KOMODITISASI PESAN AGAMA
KOMODITISASI PESAN AGAMA
Opini Oleh
Mustatho
Opini dikirim ke Islam Liberal on line, 11/10/08
Banyak iklan di TV yang menawarkan dimensi mistis, terkait dengan masa depan, karir maupun jodoh. Kebimbangan –mungkin tepatnya disebut tipisnya iman, manusia moderen dijadikan acuan memasarkan ramalan, primbon ataupun “pandangan” masa depan. Hal ini terasa sangat aneh, mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, ataukah memang zamannya telah edan?. Hal yang seharusnya menjadi tontonan, dianggap sebagi tuntunan, sebaliknya tuntunan yang semestinyapun dilupakan. Joko Bodo, Mama Lauren dan para Peramal menjadi idola.
Memang, setiap manusia baik sebagai individu ataupun berstatus sebagai anggota kelompok masyarakat, membutuhkan tata atur, rasa nyaman, dan keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Tak pelak, celah inilah yang ‘diimingkan’ oleh media dengan para tokoh peramalnya. Manusia melupakan agama sebagai peneguhan akhir dari semua permasalahnya, dan lebih memilih kenyamanan semu yang ditawarkan di dunia ini. Mereka lebih memilih kepentingan langsung yang berupa materi, di mana cara dipandang sebagai tujuan dan menempatkan kepalsuan menggantikan kebenaran. Al-Qur’an memperingatkan dalam surat Al-Dhuha (93:4) ; “Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)”. Ayat ini sekaligus membimbing manusia untuk menjaga track kehidupan agar tidak melupakan tujuan akhirnya yakni “kebahagiaan” dunia dan akhirat.
Permasalahan manusia moderen saat ini –begitu juga di Indonesia, adalah kekeringan iman. Agama ditempatkan tidak lebih sebagai urusan spiritual belaka, yang menempati posisi sekunder. Lebih tragis lagi, agama dilambangkan ke dalam pernyataan skriptual, yang disimpulkan dalam sistem formal kelembagaan, melalui tarekat, ormas, majelis dzikir, maupun institusi lain, yang dengannya urusan spiritualitas masyarakat bisa diwakilkan. Manusia moderen sambil lalu menitipkan urusan agama pada agamawan, guru spiritual maupun pembimbing (mursyid-mursyid) mental.
Peran agama dalam dunia moderen diperdagangkan. Tak heran, banyak kalangan elit kenegaraan, para jenderal, artis, pebisnis sampai tokoh politik mempunyai guru-guru spiritual yang hanya dibutuhkan ketika urusan dunia mereka membutuhkan agama sebagai back up atas kejayaan mereka. Agama hanya ada ketika dibutuhkan dan dianggap sebagai perkara klenik belaka. Pesan agama menjadi timpang dalam dimensi mistisnya.
Benar bahwa dimensi tertinggi dalam agama adalah kepercayaan kepada hal gaib. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 3 ; “Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib…”. Namun bukan berarti kepercayaan pada yang gaib ini bisa diartikan sebagai kekuatan yang sekonyong-konyong dapat diperlakukan untuk mendongkrak popularitas seseorang, melanggengkan jabatan ataupun mempermudah promosi. Kepercayaan instant semacam inilah yang kemudian mewabah pada fenomena menjamurnya rajah, tulisan-tulisan arab yang dianggap keramat (asma’), sampai pada cincin batu akik.
Kepercayaan dan kepekaan terhadap yang gaib ini menurut Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur’an (1980) pada dasarnya berguna untuk melatih seseorang yang beragama untuk merasakan adanya kedekatan dan sekaligus pengawasan dari Tuhan. Kepercayaan kepada yang gaib ini adalah kebenaran tertinggi yang akan membimbing manusia pada pemenuhan iman sejati. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Qaaf (50) ayat 33 ; “(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat”.
Agama Solving
Kecenderungan seorang yang beragama terhadap yang gaib bukanlah berarti ketundukan dan kepasrahan kepada takdir, menyerah pada keadaan dan kesempatan serta perasaan tidak mampu untuk berusaha dan berkarya. Iman juga tidak berarti kepercayaan pada hal-hak yang irrasional, ia adalah perasaan yang akan menghantarkan seseorang pada pemahaman akan eksistensi Tuhan. Bukankah dalam kehidupan ini, dalam pengalamannyapun, manusia sering menjumpai hal-hal yang sulit diterima akal sehat biasa? Makna iman sesungguhnya adalah pengakuan atas keterbatasan kemampuan manusia, akal dan pancainderanya.
Manusia adalah insan-insan sosial yang menyadari keterbatasan dirinya sendiri serta membutuhkan sesama dan kekuatan supranatural yaitu ALLAH. Ketidakmemadaian akal sehat biasa adalah hal yang niscaya, karena ia memang bertolak dari hal ikhwal dan logika keseharian tentang apa yang dipandang wajar, lazim dan benar dan apa yang tidak. Akal sehat biasa manusia akan sangat sulit menerima kebenaran yang belum pernah ia temui atau bayangkan seperti lazimnya ia berpikir. Kontradiksi paham dam pengalaman ini akan menyumbat kebermaknaan beragama manusia, menjadikan keberagamaan kering dan jauh dari penghayatan. Untuk itu, manusia memerlukan cara pandang lain yang mampu mengatasi kontradiksi pemahaman kehidupan ini, yang apabila tidak terselesaikan maka akan mengganggu keimanan seseorang. Peter Berger menyebutnya dengan “struktur kebermaknaan” (plausibility structure) yaitu mengembalikan akar persoalan pada model tatanan yang dipercayai itu sendiri, yakni agama.
Agama dengan seperangkat metodologinya hadir untuk menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi pengalaman yang tidak bisa terselesaikan oleh kecanggihan akal manusia. Agama adalah penerang, Islam menyebut wahyunya –al-Quran, sebagai Hudan yang bermakna sebagai petunjuk, tidak hanya pada hal-hal rasional, empiris tetapi melampaui semua pandangan serba terbatas akal dan panca indera manusia. Begitu pengalaman manusia melampaui hal-hal keseharian yang umum dipahami dan diterima oleh akal dan panca inderanya, maka orangpun memerlukan penjelasan metaforis yang berbicara tentang makna hakiki dan atau tujuan hidup. Di sinilah sekali lagi hanya agama yang mampunyai jawabnya, system makna yang menjangkau seluruh keperluan manusia, tidak hanya untuk keperluan hari ini, di dunia ini, tetapi juga menjangkau harapan dan imajinasi kehidupan setelah hidup ini. Agamalah yang menurut Clifortz Geertz mempunyai system makna (system of significance) yang tepat untuk manusia. Tidak pada ramalan, primbon apalagi terawangan yang dihasilkan oleh nalar manusia yang sangat terbatas.
Mustatho
Hp. 0815 7878 5376/ 081254447281
Blog. http//.mustathok.blogspot.com
Email. tatok.m@gmail.com
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home