POLITIK DAN AGAMA
MITOS POLITIK ISLAM
Menguak Narasi Budaya Kuasa dalam Islam
Mustatho’*
Konsep kepemimpinan Meritokrasi adalah konsep kepemimpinan yang didasarkan pada rekam-jejak, keahlian dan kecakapan, integritas, dan moralitas seseorang; terlepas dari mana ia berasal. Artinya semua orang atau warga negara mempunyai hak mengejar kekuasaan dan menjadi pemimpin tidak atas dasar penilaian ras, etnik, suku, agama maupun anggapan keunggulan asal-usul keturunan di atas yang lain, tetapi didasarkann atas pertimbangan kemampuan dan kualitas pribadi yang handal (political credentials) yang bisa menjadi inisiator yang efektif untuk mengatur dan mensejahterakan segenap bangsa, dan didukungan dengan pemikiran visioner dalam mengemban tugas-tugas politik pemerintahan dan menunaikan amanat dalam mengelola urusan kenegaraan.
Mempertimbangkan asal usul sebagai factor penentu kapasitas seseorang sama dengan mengingkari kehendak alam keterciptaan manusia. Tentunya setiap orang mempunyai asal-usul berbeda, dan hal ini bukan karena pilihan, melainkan merupakan takdir hidup. Seseorang manusia terlahir di dunia ini tidak dengan kebebasan memilih di mana ia dilahirkan dan melalui rahim siapa. Ia terlahir begitu saja mengikuti ketentuan yang telah digariskan padanya.
Moralitas politik mengajarkan, seorang pemimpin adalah mereka yang dapat mengemban amanat rakyat, memikul tanggung jawab politik, mampu menjawab segala rupa tantangan: domestik dan internasional, serta mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Sebaliknya, mengindahkan pertimbangan moral dan prinsip meritokrasi, pada kasus kekuasaan di Indonesia misalnya, banyak kalangan elit kuasa Jawa terus menerus mereproduksi mitos kuasanya dengan berdasar pada ramalan Joyoboyo, bahwa kekuasaan di Indonesia adalah turunan dan untuk etnis Jawa. Konsepsi ini di ambil dari konsep notonogoronya Joyoboyo yang berarti Sang Penata Negara yang kemudian dirasionalisasi dengan dua nama pemimpin yang pernah berkuasa di Indonesia, Soekarno (no) dan Soeharto (to).
Para ahli antropologi menyebut mitos politik ini sebagai cultural narrative, untuk menjustifikasi kebermaknaan dan signifikansi sebuah kelompok etnik di pentas perpolitikan nasional. Chiara Bottici dalam The Anthropology of Political Myth (2007) menulis, ''Human beings need meaning and significance in order to master the world they live in, and political myths are cultural narratives through which human societies orient themselves, and act and feel about their political world''.
Mitos politik inilah yang oleh elit tertentu dijadikan basis legitimasi untuk mengukuhkan dominasi suatu kelompok etnik dalam praktik perpolitikan. Konsekuensi mitos ini kemudian memasung kesadaran dan menumpulkan rasionalitas politik bagi masyarakat. Dalam perspektif demikian, mitos politik merupakan bagian dari narasi budaya untuk melanggengkan dominasi politik suku tertentu di pentas kenegaraan dan menempatkan suku-suku lain pada posisi subordinat belaka.
Bagaimana dengan Islam?.faktanya, pergolakan politik dan kuasa dalam Islam lekat dengan mitos politik dan narasi budaya kuasa serupa. Alih-alih menciptakan konsep kuasa dan kepemimpinan ideal, kepemimpinan pasca nabi menjadi pelanggengan politik bagi suku Quraisy. Bahkan ditopang dengan perangkat budaya dan agama. Lihatlah ketika Abu Bakar mengintrodusir kriteria pemimpin, Umar dengan team formatur yang semuanya dari suku Qurays. Dan sejarah pembukuan al-Qur’an yang kemudian diformalkan hanya dengan bacaan Qurays. Negara madinah lebih tergambar sebagai Negara Qurays dari pada Negara umat Islam. Bukankah meritokrasi Islam mengajarkan “sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa”.
Bagaimana dengan system politik khilafah?. Lebih-lebih khilafah, setali tiga uang dengannya. Di samping system khilafah adalah konsepsi yang belakangan hadir sepeninggal nabi, “pendirian kembali khilafah adalah sebuah ilusi”, kata seorang teman dari Mesir dengan bersemangatnya, setelah semalaman ia menghabiskan bacaan sebuah buku “Ilusi Negara Islam”. Wa Allahu a’lamu.
*Koordinator1 MPC (matapena Cendekia) Sengata
Telp. 081254447281 email tatok.m@gmail.com blog www.mustathok.blogspot.com
Labels: politic and religious thought
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home